Sabtu, 09 Maret 2019

Bertengkar itu Baik!


Ayo....Ayah dan Bunda kita bantu anak untuk mengelola konflik dengan baik. Tanpa kita sadari konflik adalah salah satu sarana untuk anak belajar mengelola kehidupan.....

Bagaimana caranya kita bisa bimbing anak mengelola konflik?🙇 


Pertama Bersahabat dengan konflik

      Hal yang harus orangtua pahami adalah bahwa konflik tidak bisa dihindari. Meskipun kita tidak menyukai dan mungkin anak-anak juga tidak menyukai. Hal ini wajar karena manusia diciptakan oleh Allah berbeda-beda. Sehingga akan terjadi perbedaan keinginan, pemahaman, cara bersikap dan berperilaku. Perbedaan itu normal, hanya saja bagaimana kita mengekspresikan dengan cara yang baik dan tidak merugikan orang lain.
      Oleh karena itu saya mengajak orangtua untuk menjadi sahabat konflik, bukan memusuhi konflik. semakin kita memusuhi maka kita akan semakin lelah. Coba kita merubah persepsi tentang konflik. Meskipun pikiran masih belum menerima, coba bantu pikiran dengan mengucapkan kalimat "Alhamdulillah" (Segala puji bagi Allah) saat dihadapkan kepada konflik anak-anak kita.
     Cara berpikir kita dilatih dari sisi positif dan memberikan persepsi positif, kita akan semakin rileks menghadapi anak-anak saat mereka berhadapan dengan konflik.

Kedua Melibatkan Anak

      Jika anak berebut sepotong roti, apa yang harus kita lakukan?
      "Roti cuman satu, ayo cari ide bagaimana agar semua kebagian?"

    Inilah metode yang melibatkan anak atau disebut dengan metode otoritatif. Berbeda dengan metode yang mengedepankan kekuasaan atau otoriter. Kalau kita menyelesaikan dengan metode ini maka kita akan mengatakan,
     
      "Rotinya cuman satu, sini bunda bagi dua, ini buat adik dan ini buat kakak."
      Atau lebih parah,
      "Kalau kalian tak mau berbagi, sini rotinya Mama makan!"
   
   Metode otoritatif mungkin memerlukan sedikit waktu dan kesabaran untuk memberikan kesempatan kepada anak dalam menyelesaikan masalah. Namun, secara jangka panjang akan memudahkan orangtua karena tidak harus selalu mengatur dan menyelesaikan semua masalah anak. Metode otoriter mungkin dapat menyelesaikan konflik anak dengan cepat. Namun, justru menumpulkan kekuatan pikiran anak dan akhirnya merepotkan orangtua karena mereka harus selalu menyelesaikan banyak masalah anak.

Ketiga Membuat dan Menerapkan Aturan yang jelas

      Terkadang orangtua menerapkan aturan yang "samar-samar", tidak jelas kepada anak-anak terkait berbagai permasalahan yang biasa dihadapi oleh mereka. Aturan model inilah yang menyebabkan anak-anak mengalami kesulitan menyelesaikan masalah setiap kali mereka menghadapinya.
      Oleh karena itu, kita sebagai orangtua penting sekali membuat dan menerapkan aturan yang jelas di rumah. Berikut adalah beberapa aturan yang harus secara jelas menjadi aturan main dirumah.
  1. Milik Siapa? -Mengajarkan setiap anggota didalam rumah harus meminta izin untuk menggunakan barang milik yang lain. Orangtua harus konsisten dengan apa yang telah dilakukan. Menangis adalah strategi wajar seorang anak, tetapi dengan konsistensi orangtua, pada akhirnya anak tidak akan menggunakan air mata lagi untuk mendapatkan keinginannya. Anakpun tidak akan mudah menangis lagi. Tugas kita sebagai orangtua melatih anggota didalam rumah untuk belajar berbagi. Ceritakan kisah-kisah positif tentamg berbagi.
  2. Berlomba dan Bergantian -Tingkah anak-anak kadang membuat pusing orangtua. Ada saja yang diributkan. Misalnya, ada beberapa keluarga yang sebenarnya bukan milik seseorang, melainkan milik ayah dan bunda atau milik semua orang di rumah, namun kadang salah satu seolah-olash itu adalah miliknya. kadang anak mengklaim bahwa semua barang yang ada di rumah adalah milik mereka. Ada dua metode yang dapat diterapkan atas hak menggunakan barang, yaitu metode SIAPA DULUAN dan metode JADWAL BERGANTIAN. Keduanya dapat dipilih karena memiliki nilai positif.
  3. Siapa pun Boleh Marah, Asal tidak Merusak dan Menyakiti -Marah adalah hal yang wajar, siapapun boleh marah jika masih dalam batas wajar, tidak menyakiti diri sendiri atau orang lain. Memang akan dibutuhkan pembiasaan, tetapi bimbinglah terus anak-anak untuk mengungkapkan dan mengeluarkan perasaan tidak nyamannya dengan cara yang lebih baik. Orangtua harus menggali dari anak untuk memilih konsekuensi yang mungkin akan didapatkannya jika mereka melanggar aturan. Biarkan anak-anak memutuskan konsekuensi, seperti apa yang mereka dapatkan agar mereka merasa rugi dengan perbuatan tersebut.
  4. Penawaran terhadap Konsekuensi antara Anak dan Orangtua -Jika anak mengajukan konsekuensi yang tidak sesuai, orangtua boleh tidak menyetujui. Misalnya, saat anak memukul, dia mengajukan konsekuensi dengan minta maaf. Hal ini benar, tetapi belum tepat. Jika penyelesaiannya hanya meminta maaf, dikhawatirkan tidak akan menimbulkan efek jera. Anak akan mengulangi perbuatan buruknya. Orangtua juga boleh mengajukan tawaran kepada anak. Misalnya, siapapun yang menyakiti akan diberikan konsekuensi pengurangan uang jajan atau yang lainnya.
Keempat Syarat Melindungi yang Lemah

     Salah satu metode yang termasuk paling sering diterapkan oleh orangtua adalah bahwa kakak harus mengalah kepada adik, karena adik masih lemah sehingga yang kuat harus melindungi yang lemah. 
     Argumen ini dapat dibenarkan, tetapi harus berhati-hati saat menerapkannya. Namun jika orangtua menganggap adik masih terlalu lemah dan terlalu sulit untuk mengerti dan diberi penjelasan, orangtua boleh menggunakan metode melindungi yang lemah ini dengan beberapa syarat sebagai berikut
    1. Harus memiliki Batasan -Jika ditanyakan kira-kira kapan anak-anak tidak boleh lagi dibela? Saat mereka sudah bisa membedakan tangan kanan dan tangan kiri. Asumsinya pada saat itulah mereka sudah dapat menyerap nilai-nilai dan sudah dapat membedakan nilai-nilai baik dan buruk.
    2. Berikan Reward kepada Kakak yang Mengalah -Pemberitahuan bahwa si adik akan dibela secara terbatas sampai usia tertentu. Oleh karena itu, kuatkan kakak dengan cara memberikan reward atau penghargaan. Reward itu tidak harus selalu berbentuk materi atau hadiah. Kalimat-kalimat positif dapat orangtua ungkapkan saat itu juga.   
Kelima Mefokuskan Pikiran Anak untuk Saling Mencintai

      Semua orang ingin anaknya saling menyayangi daripada saling memusuhi.Namun, masalahnya adalah sebagian orangtua lebih memerhatikan anak saat mereka bermusuhan daripada saat mereka saling menyayangi. 
  1. Memberikan Perhatian Saat Anak-anak Bekerja Sama Dibandingkan Saat Bertengkar  Fokus orangtua yang terbiasa pada saat anak-anak ribut dibandingkan saat mereka bekerja sama dalam ketenangan, secara tidak langsungakan membuat anak untuk sering terfokus pada keributan. Akibatnya, mereka lebih menyukai berantem dibandingkan bekerjasama. Agar anak-anak bisa bekerjasama dengan baik, caranya dengan banyak memerhatikan anak dan memberikan komentar positif ketika mereka sedang bermain bersama tanpa bertengkar. 
  2. Mempersiapkan Mental Kakak sebelum Kelahiran Adik -Sebelum anak kedua lahir, orangtua bisa melibatkan calon kakak dengan aktivitas yang berhubungan dengan menyambut kehadiran adik barunya. Berikan informasi-informasi positif tentang enaknya punya adik. 
  3. Berlatih Musyawarah -Dalam surah ke 65 (At-Thalaq: 6) Allah berfirman, ".....dan musyawarahkanlah diantara kamu dengan baik", Dengan perintah Allah kepada manusia saat menghadapi konflik. Latihlah terus anak-anak bermusyawarah saat mereka memiliki perbedaan. Biarkan mereka mengambil keputusan yang mereka buat. semakin dilatih, Insyaa Allah mereka semakin terbiasa mendapatkan keputusan terbaik.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WANITA CERDAS

Wanita cerdas punya poin plus dihadapan orang lain. Cenderung dihormati dengan pola pemikirannya yang positif dan terarah. Apa saja kriteri...

Sering dibaca