Minggu, 03 Maret 2019

HATI-HATI MENGHUKUM ANAK

     

       Orang tua tidak menginginkan anaknya untuk dihukum, apalagi oleh tangannya sendiri. Sungguh hati orangtua orang merasakan perasaan yang sama yaitu terlihat sedih, kecewa, dan menangis. kita sebagai orang tua mengatakan "Ayah hukum kamu biar kamu bisa jera!" atau kita mengatakan "mama marahin kamu karena sayang sama kamu".

       Menghukum hanyalah "salah satu" dan "bukan satu-satunya" cara untuk membuat perilaku anak-anak terkendali. hukuman pada anak yang tidak dilakukan dengan cara benar dapat berdampak besar pada anak. Bukannya mendapatkan efek positif, tapi malah mempersulit orang tua.

Beberapa yang dapat orang tua lakukan saat menghukum yaitu:


1.   MENGHUKUM TANPA KEKERASAN FISIK
   
     Hindari hukuman dengan memberikan fisik kepada anak. Hukuman fisik menumpulkan kekuatan pikiran anak dan merusak jiwa anak. Saat kita memukul anak maka kita telah merusak harga dirinya. Melakukan kekerasan fisik kepada anak sangat bertolak belakang dengan tujuan kita mendidiknya. Kita berharap anak akan memiliki dasar hidup yang kuat untuk mandiri dan punya rasa percaya diri. Saat harga diri anak jatuh karena fisiknya kita hukum, maka anak tidak memiliki konsep diri yang positif seperti mandiri, percaya diri dan motivasi diri.
   Hal yang paling berbahaya dari hukuman fisik adalah saat fisik anak tersakiti. Anak akan kehilangan kepercayaan diri kepada orangtuanya. Banyak anak yang tidak betah duduk lama-lama dengan orang tua. Bukan tidak mungkin anak jadi suka melawan dan bertindak agresif karena tidak dapat menerima perlakukan orangtuanya.
      
      "Perintahkan anak kalian untuk melakukan shalat jika mereka sudah menginjak usia tujuh tahun. Dan apabila telah berusia sepuluh tahun, pukullah dia jika sampai mengabaikannya. (H.R Abu Daud)
       
      "Ajarilah anak kalian mengerjakan shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah dia jika telah mencapai sepuluh tahun dia mengabaikannya." (H.R Abu Daud No. 494 dan Tirmidzi No.407)

      Jika memperhatikan hadist-hadizt tersebut, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
  • Anak-anak Baru Boleh Dipukul Saat Menginjak Usia 10 Tahun, saat berusia ini anak mulai memasuki tahap "kesempurnaan" akal. Dari segi tumbuh kembang, masa baligh (pubertas) umumnya adalah masa saat tumbuh organ-organ tubuh, pertumbuhan mental, dan kognitif anak sudah memasuki tahap kelengkapan, dan memasuki tahapan menuju kesempurnaan fungsi. Sementara untuk tahap emosi dan kognitif, usia pubertas merupakan usia pemantapan pembentukan kepribadian. 
  • Hukuman fisik hanya pada perbuatan yang sangat prinsip. Shalat adalah salah satu perbuatan yang paling dahulu dihisab. Hal itu merupakan indikasi bahwa ibadah tersebut merupakan hal yang prinsip dalam agama islam. Oleh karena itu, hanya untuk perintah shalat saja kekerasan fisik bisa dilakukan. Hal ini pun dengan catatan tidak dilakukan untuk melukai, tetapi hanya untuk memberikan penegasan bahwa meninggalkan atau tidak shalat adalah perbuatan yang sangat tidak bisa ditoleransi.
  • Memberikan Kesempatan Kepada Anak Terlebih Dahulu. Sebelum memperbolehkan memukul, lihat teks hadist tadi, anak-anak diajarkan dan dikenalkan pada shalat saat usianya 7 tahun dan boleh dipukul pada usia 10 tahun. Artinya, anak-anak memiliki kesempatan selama tiga tahun untuk dapat melakukan shalat. Jadi jika anak melakukan kesalahan sekali atau dua kali, sebulan atau tiga bulan, kita langsung menghukum anak dengan berat, tega sekali kita......Bahkan Rasulullah memperbolehkan, beliau tidak pernah melakukannya. Jangankan memukul, menghardik atau mengumpat anak saja, Rasulullah tidak pernah melakukannya.
2.   HUKUMAN ADALAH BAGIAN DARI KONSEKUENSI, BUKAN REAKSI SPONTAN
      
     Orangtua disibukkan dengan aktivitas atau berada dalam kondisi telah seharian kerja. Datanglah anak yang mencari perhatian, rewel dan membandel. Apakah respon kita sebagai orangtua?

     Menghukum sebagai bagian dari konsekuensi adalah dibenarkan, tetapi menghukum karena reaksi atau spontan tidak dibenarkan. Allah menciptakan neraka selain surga adalah dari bagian konsekuensi yang diciptakanNYA untuk manusia. 

     Jika mau menghukum, berilah peringatan atau sosialisasi terlebih dahulu. Katakan kepada anak, jika satu saat anak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, anak akan mendapatkan konsekuensinya. 

3.   HUKUMAN DIBERIKAN SECARA BERTAHAP

      Sebagian anak belum terampil menumpahkan perasaannya secara baik. Anak menyalurkan dengan cara yang membuat orang-orang disekitarnya merasa tidak nyaman. Orangtua memperhatikan perasaan anak, bantulah anak untuk mengeluarkan emosi negatifnya secara tepat. kita sebagai orangtua harus memahamibahwa perasaan negatif yang dirasakan adalah sesuatu yang wajar dan bukan hal yang harus dimusuhi.
         Semua anak behak merasa sedih, lapar, kecewa, bosan dan marah. Perasaan ini adalah normal, cara mereka melampiaskan perasaan negatif itulah yang seharusnya dilatih. Jika anak sudah mengetahui bagaimana cara menyalurkan emosi negatifnya  dengan benar, tetapi anak masih tidak melakukannya dan malah tindak negatif, berikan anak peringatan. Katakan kepadanya bahwa kita tidak menerimanya dan katakan bahwa tidak ada yang melarangnya menangis, marah, sedih dan sebagainya asal dilakukan dengan tidak berlebihan dan merugikan orang lain. 
     Misalkan, jika seorang kakak memukul adiknya, rasanya tidak adil jika anda langsung memberikan hukuman pukulan yang sama kepada kakak. Bahkan hukum Allah saja diturunkan ke dunia secara bertahap demi bertahap. 

4.   MENCARI HUKUMAN YANG TIDAK MENYAKITI ANAK

     
Apalagi menyakiti anak adalah perbuatan yang sangat tidak bisa diterima. Jika anak bertingkah dengan orang lain, bahkan sampai keterlaluan, tentu harus di tindak. Hal ini merupakan konsekuensi bagian dari ketegasan dan harus ditegakkan. Hukuman tentu tetap perlu diberikan, tetapi bukan berarti kita diperbolehkan bertindak sewenang-wenang.
     Ada banyak konsekuensi selain dengan kekerasan yang dapat diberikan kepada anak. Tujuannya adalah supaya anak mampu memahami bahwa perbuatannya itu merugikan dan tidak bisa diterima. Konsekuensi yang bisa diberikan kepada anak sebagai bentuk hukuman:
  • Orangtua tidak mendekati anak untuk sementara waktu
  • Orangtua tidak mengajak anak ke tempat tertentu yang mungkin senang mereka kunjungi
  • Orangtua tidak mengajak anak berbicara selama beberapa saat
  • Anak tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang diinginkannya atau mengambil sementara hak-hak istimewanya.
  • Anak diminta untuk tinggal dikamar selama beberapa saat. Hukuman ini cocok diberikan kepada anak diatas usia 3 tahun. Untuk usia 2 tahun, biarkan dia sampai tenang lebih dahulu, lalu pujilah mereka sambil mengungkapkan ketidaksetujuan orangtua terhadap perbuatannya.
  • Tunjukkanlah ekspresi ketidaksetujuan, misalnya memperlihatkan mimik sedih atau kecewa kepada anak. Lalu, katakanlah dengan jelas, tegas, dan singkat(tidak berpanjang-panjang apalagi diulang-ulang) kekecewaan kita kepadanya.

6 komentar:

  1. Mendidik anak ternyata nggak semudah itu ya. Bahkan pengaruhnya hingga anak jadi dewasa kelak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mendidik anak itu susah-susah gampang....
      kalau salah sedikit saja akan membekas untuk anak...

      Hapus
  2. Pelajaran buat para emak jg ni, kadang emak marah bukan krn anak salah tp karna dia lg kesel trus dilampiasin ke anak, bener kan..bener kan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya mba...
      sedang kesal diluar malah dibawa ke rumah....
      kasihan si anak....

      Hapus
  3. Makasih sharingnya. Ternyata hukuman harus disesuaikan dengan tingkatan umur anak juga ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama mb...
      bukan hanya memberikan punishment tetapi anak juga membutuhkan reward...

      Hapus

WANITA CERDAS

Wanita cerdas punya poin plus dihadapan orang lain. Cenderung dihormati dengan pola pemikirannya yang positif dan terarah. Apa saja kriteri...

Sering dibaca